Wanita Harus Bersuara, dan Jangan Diam Saat Alami atau Melihat Korban KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) saat ini makin marak terjadi. Kesadaran masyarakat untuk mau berbicara dan mengungkap kasus KDRT yang dialami atau disaksikan juga makin meningkat. Satu sisi hal ini jadi kabar baik bahwa masyarakat sudah tahu harus bagaimana menyikapi KDRT. Namun di sisi lain jadi memprihatinkan karena kasus KDRT semakin sering terjadi.
Tentu saja KDRT tidak hanya terjadi pada pasangan, namun juga pada anak-anak. Itulah sebabnya jika mengalami atau melihat KDRT jangan pernah diam, lakukan sesuatu untuk melindungi diri, korban, dan memberi efek jera pada pelaku.
Jangan Diam, Bersikaplah Saat Alami KDRT
Kendati para korban KDRT mulai banyak yang berbicara dan mengadukan kasusnya ke pihak hukum, namun yang diam justru masih jauh lebih banyak. Harus diakui orang yang selamat dari KDRT mungkin akan tetap diam, tidak mendiskusikan atau melaporkan hal tersebut. Padahal diam bukanlah solusi, justru jadi bom waktu yang makin memberi peluang KDRT yang sama atau bahkan lebih berat lagi terjadi di kemudian hari.
Selain itu, sikap diam membuat pelaku tidak kunjung sadar dan jera atas tindakan yang dilakukannya. Ia tidak pernah merasa berdosa dan menganggap apa yang dilakukannya adalah sebuah kewajaran jika tidak ingin disebut kebenaran.
Beragam bentuk KDRT baik kekerasan fisik, seksual, mental, verbal, emosional ini tidak hanya soal pasangan, melainkan juga bisa berasal dari orang tua, pengasuh atau orang lain dalam keluarga.
Ada sejumlah tanda umum KDRT yang perlu diketahui, di antaranya: Isolasi, korban tampaknya terisolasi karena tidak bisa bertemu dengan keluarga lainnya atau teman-temannya. Cedera fisik, seperiti memar, luka, patah tulang, atau tanda-tanda terkekang seperti bekas tali di pergelangan tangan. Perubahan perilaku, tiba-tiba bertingkah sangat berbeda dari biasanya, lebih pendiam, terlihat sangat cemas. Dan Kerusakan pada properti pribadi, perhatikan pakaian atau barang pribadi lainnya yang rusak atau pecah seperti pakaian yang sobek, dinding berlubang, kaca yang retak.
Alasan Korban KDRT Memilih Diam
Banyak penyintas KDRT yang memilih diam, sebab ia takut orang lain akan menilai mereka negatif. Selain itu mendapat ancaman dari pelaku dan khawatir keselamatannya jika ia berbicara tentang KDRT ini. Takut akan hukuman jika kasus ini terbongkar dan dibawa ke pengadilan, hal ini biasanya jika menyangkut sesorang yang berpengaruh misalnya seseorang yang punya pengaruh. Rasa malu juga jadi alasan berikutnya yang membuat penyintas diam atas KDRT yang dialaminya.
Tidak hanya diam, penyintas KDRT umumnya enggan melaporkan kasus ini kepada pihak berwenang dengan alasan; merasa bertanggung jawab atas hal tersebut, meremehkan KDRT itu sendiri atau bahkan tidak menganggap sebagai sebuah penganiayaan. Selain itu kurangnya dukungan untuk bersandar, support system yang tidak berjalan. Dan faktor ekonomi jadi alasan kuat untuk tidak melaporkan, karena tidak memiliki sumber keuangan memadai untuk meninggalkan pelaku atau menyewa penasihat hukum jika diperlukan.
Alasan lainnya adalah ketakutan terhadap nasib anak-anaknya jika KDRT ini dibawa ke ranah hukum. Juga ridak adanya ruang yang aman karena merasa bahwa tidak ada ruang yang aman untuk pergi dari pelaku kekerasan.
Tips Membantu Penyintas KDRT
Yang bisa dilakukan terhadap korban adalah memberikan dukungan yang tepat tanpa menghakimi. Hal ini sangat penting untuk keselamatan dan pemulihan korban, baik ia memilih melaporkan pelaku maupun tidak.
Biarkan ia terbuka, jadilah pendengar yang baik tanpa menghakimi, sediakan tempat yang aman secara emosional dan fisik, sampaikan kekhawatiran terhadap kondisinya, sampaikan kesediaan membantu kapanpun dibutuhkan, dan sarankan sumber daya yang dibutuhkan misalnya support group.
Selain dukungan moral, bantulah korban mengakses sumber daya penting, seperti menghubungi support group, pengacara, polisi dan sebagainya.
Ingat, pelaku kekerasan sangat pandai mengendalikan dan memanipulasi korbannya. Para korban KDRT sering kali mengalami frustrasi, bingung, takut, malu, depresi, stress pasca trauma, insomnia, penyalahgunaan zat dan obat-obatan, pemikiran bunuh diri. Mereka butuh bantuan untuk keluar dari situasi tersebut, namun pasangannya sering kali mengisolasi mereka dari keluarga dan teman-temannya.
Jangan Diam, Katakan dan Laporkan!
Untuk para korban KDRT yang berada dalam situasi sulit, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk melindungi diri dan pergi dengan aman, mungkin ada baiknya untuk berbicara dengan seseorang yang dipercaya tentang situasi ini. Rencanakan untuk keluar dan mencari pertolongan, terhubung dengan tempat penampungan terdekat, bergabunglah dengan support group untuk mendapatkan motivasi, penguatan, dan perlindungan, hubungi pihak terkait yang bisa memberikan bantuan.
Setelah berada di tempat yang aman, cobalah mengambil foto cedera yang dialami secepat mungkin dari kejadian. Penting untuk dicatat bahwa jika mengambil foto lakukan sendiri atau minta orang dewasa lain mengambilkannya. Dokumentasikan pesan teks dan pesan suara yang bisa dijadikan barang bukti di kemudian hari.
Itulah langkah-langkah yang bisa dilakukan ketika mengalami atau menyaksikan peristiwa KDRT. Jangan diam, jangan membiarkan KDRT. Segera laporkan, selamatkan dan lindungi korban KDRT.
Referensi :
-
# Kekerasan Verbal
-
# Kekerasan